Sabtu, 31 Oktober 2009

Sejarah seni bela diri silat tiga serangkai


SEJARAH SINGKAT



Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai yang sering disingkat dengan Perguruan TS merupakan suatu perguruan silat tenaga dalam, berasal dari pulau Madura dan berpusat di suatu desa terpencil bernama Desa Jukong, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan – Madura. Perguruan TS ini adalah seni bela diri do’a yang terbentuk, digali dan bersumber dari nilai-nilai luhur agama dan budaya bangsa Indonesia. Perguruan ini telah mengembangkan keilmuannya sesuai dengan potensial tenaga dalam yang ada pada setiap tubuh manusia serta melalui kekuatan supranatural atau permohonan dan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup, baik yang pertahanan dan ketahanan tubuh ( bela diri ), terapi atau pengobatan suatu penyakit maupun digunakan untuk keperluan-keperluan hidup lain sehari-hari.
Guru besar ( Pembina ) dan sekaligus sebagai pendiri Perguruan TS dalah bapak Drs. Ec. Sugianto. Beliau ini seorang yang sangat ramah, sabar, rendah hati dan sangat alim sehingga perguruan ini sangat diminati, disegani dan dihormati masyarakat. Tidak heranlah apabila perguruan ini berkembang sangat pesat ke segala penjuru pelosok tanah air.
Menapak tilas berdirinya Perguruan TS ini senantiasa erat hubungannya dengan keberadaan Guru Besar atau bapak Pembina. Sejarah terbentuknya Perguruan TS tidaklah terlepas dari perjalanan dan pengalaman hidup Pembina dalam menggeluti dan menempa diri ilmu-ilmu bela diri, baik ilmu bela diri fisik maupun bela diri non fisik. Berkat pengalaman dan penguasan ilmu yang di dapat itulah menjadikan beliau sebagai seorang Guru Besar yang berwibawa dan kharismatik di mata muird-muridnya. Menurut penjelasannya, sejak kecil Pembina telah malang melintang menggeluti dan mempelajari berbagai macam ilmu bela diri diantaranya adalah perguruan “ Budi Suci “, Lemkari ( Karate ), “ Karomah “, ilmu-ilmu “ kanoragan “ dan lain sebagainya dari berbagai daerah di tanah air. Pada suatu kesempatan, Pembina pernah pula menyerap ilmu bela diri kepada keturunan ke-9 dari “ Joko Tingkir “  ( Sultan Hadiwidjojo, Raja Pajang ). Peranan Paman dan Kakek Pembina di Sumenep ( Madura ) yang masih ada kaitan kerabat dengan “ Bujuk Lanjeng “, “ Bujuk Lempek “, “ Bujuk Mahe “ dan “ Bindere Saod “, sangat membantu dalam memantapkan serta mewarnai keilmuannya. Dari kakeknya inilah Pembina di didik dan di bina sejak kecil. Ilmu-ilmu yang telah dikuasainya, diramu, dipadu, di uji-coba-kan dan dikembangkan terus dengan tekun serta di ikuti dengan permohonan ( do’a ) kepada Allah SWT, maka terciptalah / lahirlah ilmu bela diri yang mempunyai karakteristik         ( kekhususan ) tersendiri. Ilmu bela diri tersebut merupakan “ Ilmu Seni Bela Diri Do’a “ yang didalamnya terkandung perpaduan yang solid dari beberapa unsur, yaitu Kemampuan, Pengetahuan, Sugesti dan Etika ( Akhlaqul Karimah ) yang membentuk suatu kekuatan / tenaga yang utuh dan sempurna. Ternyata ilmu seni bela diri do’a tersebut memiliki keunggulan tersendiri yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Untuk lebih memantapkan dan menyempurnakan keilmuannya, Pembina mengkonsultasikan ilmu seni bela diri do’a tersebut kepada salah seorang gurunya ( Ahli Ma’rifat ) dari Ledokombo yaitu K.H. Misra’i. Berkat saran guru K.H. Misra’i itu pula, maka Pembina hijrah ke Madura dan mulai mengembangkan ilmu bela diri do’a tersebut.


Pembina pertama kali mengajarkan dan menularkan ilmu seni bela diri do’a tersebut hanya di lingkungan keluarga dan kerabat dekatnya. Tetapi melihat dampak positif dan manfaat yang sangat dirasakan oleh masyarakat serta desakan dari sesepuh / tokoh masyarakat sekitarnya, akhirnya dengan keikhlasan hati yang tulus, Pembina membuka diri dan mengajarkannya kepada siapa saja yang betul-betul berminat. Pada tanggal 1 April 1991 terbentuklah suatu organisasi seni bela diri yang membuka tiga cabang sekaligus dalam waktu yang bersamaan, yaitu Cabang Jukong, Cabang Kalisat dan Cabang Jember. Guna mengenang dan mengingat hari yang bersejarah itu, organisasi ilmu bela diri do’a ini diberi nama “ Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai “ dan Desa Jukong ditetapkan sebagai Pusat Perguruan TS, karena Pembina bertempat tinggal dan berdomisili di Desa Jukong, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan – Madura. Sejak itulah tonggak sejarah Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai berkembang terus hingga sekarang. Pada tanggal 23 Mei 1991, Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai terdaftar sebagai Organisasi Kesenian / Kebudayaan pada Kantor Depdikbud Kabupaten Bangkalan dengan Nomor Induk : 27/E/2 G/1.04.13/C/1991 serta berdasarkan Surat Keputusan Ketua Umum Ikatan Pencak Silat ( IPSI ) Kabupaten Bangkalan Nomor : 02/IPSI/PC.bkl/ 93/SK tanggal 22 November 1993 secara resmi Perguruan TS ini dinyatakan sah sebagai anggota IPSI Cabang Kabupaten Bangkalan.
Semoga Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai senantiasa berkarya, utuh, kuat, jaya dan selalu dalam ridho Allah SWT. Amien…..

Sabtu, 24 Oktober 2009

Lanjutan





Foto TS






KUNCI KEKUATAN ILMU TIGA SERANGKAI

Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai adalah seni bela diri do’a yang didalamnya terdapat perpaduan beberapa unsur membentuk kekuatan dan tenaga yang utuh dan sempurna. Unsur-unsur tersebut terdiri dari Kemampuan, Pengetahuan, Sugesti dan Etika ( Akhlaqul Karimah ) yang melebur menjadi satu membentuk kekuatan ilmu Tiga Serangkai. Dengan kata lain, bahwa kekuatan ilmu Tiga Serangkai merupakan satu kesatuan yang utuh dari unsur Kemampuan, Pengetahuan, Sugesti dan Etika (Akhlaqul Karimah ).
Keterpaduan ke empat unsur tersebut di atas harus senantiasa ditingkatkan, dipertahankan dan dipelihara setiap saat secara sungguh-sungguh untuk mencapai kekuatan ilmu Tiga Serangkai yang sempurna. Oleh karena itu diperlukan sikap dan perbuatan terpuji, kesabaran dan istiqomah dalam melatih diri.
Kunci kekuatan ilmu Tiga Serangkai adalah “ Amalan Pokok “ ( Do’a ) nya yang mencerminkan ke empat unsur di atas. Untuk memiliki ilmu Tiga Serangkai yang lebih sempurna kekuatannya maka harus memiliki kuncinya. Setiap kunci kekuatan tersebut terdapat “ Gigi-gigi “ yang dapat membuka “ Pintu “ kekuatan ilmu Tiga Serangkai. Gigi-gigi itu adalah Etika ( Akhlaqul Karimah ). Amal perbuatan dan tingkah laku dari yang mengamalkan ilmu Tiga Serangkai sangat menentukan kehandalan dari ilmu Tiga Serangkai. Jadi, walaupun anggota Perguruan TS telah mempunyai ilmu Tiga Serangkai tingkat tinggi tetapi tidak mempunyai Etika yang baik ( Akhlaq yang tidak terpuji ) maka tidak sempurnalah kemampuan ilmu Tiga Serangkai nya dan bahkan sangat diragukan kemampuannya. Oleh karena itu, Perguruan TS mengharuskan anggotanya untuk memiliki Etika yang terpuji ( Akhlaqul Karimah ). Sesungguhnya target yang dikehendaki dari adanya unsur Etika dalam perguruan Tiga Serangkai adalah untuk menjernihkan, mensucikan dan mencemerlangkan “ Hati “ anggota agar kemampuan ilmunya betul-betul kuat dan sempurna menurut ilmu Tiga Serangkai. Allah berfirman : “ Sungguh akan memperoleh kemenangan bagi orang yang membersihkan jiwanya “ ( Surat As Syam : 9 ). Disinilah letak perbedaan sekaligus kekhususan ilmu Tiga Serangkai dibandingkan dengan ilmu bela diri dari perguruan lain.

Tujuan Ilmu Tiga serangkai

TUJUAN


Perguruan Seni Bela Diri Silat Tiga Serangkai dalam mengembangkan keilmuannya senantiasa memegang teguh dan berpedoman kepada ajaran-ajaran agama sehingga visi dan misi Perguruan TS selalu bernuansa “ Dakwah Islamiah “ yang kental dengan syari’at. Oleh karena itu, tujuan Perguruan TS terkristalisasi menjadi dua penekanan yaitu Tujuan Khusus dan Tujuan Umum sebagai berikut :

Tujuan Khusus :

1. Membekali anggota dengan “ Ilmu Seni Bela Diri Do’a “, yaitu bela diri untuk menangkal terhadap serangan / ancaman / keangkaramurkaan yang datangnya dari luar. Serangan / ancaman / keangkaramurkaan dapat bersifat fisik ataupun non fisik.
2. Membentuk dan membina “ Akhlaqul Karimah “ anggota sesuai dengan ajaran agama.
3. Sebagai sarana untuk meningkatkan “ Ketaqwaan “ anggota kepada Allah SWT. Segala bentuk pengalaman ilmu TS senantiasa tetap memegang teguh “ Prinsip Ketauhid’an “.

Tujuan Umum :

1. Meningkatkan kreatifitas, pengalaman serta kemampuan anggota terhadap Seni Bela Diri.
2. Meningkatkan kesadaran berorganisasi di lingkungan pemuda dan masyarakat.
3. Menunjang usaha-usaha pemerintah dalam meningkatkan kesehatan fisik dan budaya bangsa Indonesia.
4. Memupuk rasa kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, persatuan dan kesatuan pemuda Indonesia.
5. Meningkatkan kesejahteraan anggota.